Kamis, 03 Oktober 2019

PROSEDUR PEMBERSIHAN TUMPAHAN MINYAK


Banyak pengalaman menunjukan bahwa cara pembersihan minyak tidak selalu sama. Area tumpahan yang kecil dan dapat diisolir tentu lebih mudah dibandingkan dengan area yang luas. 

1) Menghilangkan minyak secara mekanik  
Memakai bom atau barier,  pemakaian bom ini  akan baik pada laut yang tidak berombak, dan arusnya tidak kuat (maksimum 1 knot). Juga tebal minyak yang tidak melampaui tinggi bom 
2) Absorbents Zat untuk mengabsor minyak, ditaburkan di atas tumpahan minyak tersebut kemudian zat tersebut diangkut yang berarti minyak akan turut terangkut bersamanya. 
3) Menenggelamkan minyak Suatu campuran 3000 ton Calcium Carbonate yang ditambah dengan 1% Sodium pernah dicoba dan berhasil menenggelamkan 20000 ton minyak. Setelah 14 bulan kemudian tidak lagi ditemui tanda-tanda adanya minyak di dasar laut tersebut. 
4) Dispersant Fungsi Dipersant adalah guna pencampuran dengan 2 komponen yang lain dan masuk ke lapisan minyak kemudian membentuk emulsi. Stabilizer akan menjaga polusi tadi tidak pecah. Dispersant ini menenggelamkan minyak dari permukaan air. Keuntungan cara ini adalah mempercepat hilangnya minyak dari permukaan dan mempercepat proses penghancuran secara mikroba. 
5) Pembakaran Pembakaran minyak di atas laut umumnya sedikit sekali dapat berhasil, karena minyak yang terkandung telah menguap secara cepat. Juga panas yang dibutuhkan guna menahan api cepat sekali diserap oleh air sehinga panas tidak cukup untuk mendukung pembakaran tersebut. Banyak teknik baru yang dikembangkan, contohnya adalah menaburkan zat-zat ringan di atas lapisan minyak tersebut yang nantinya berfungsi untuk menambahkan api dengan air. Teknik pembakaran ini akan mengakibatkan polusi udara.  


TUMPAHAN MINYAK DI PELABUHAN 

1) Jika terjadi tumpahan minyak di geladak supaya tumpahan itu dibersihkan dengan segera dan diusahakan agar tidak ada yang mengalir ke laut.
2) Jika terjadi tumpahan minyak dari kapal ke laut, supaya segera dihilangkan dengan dispersant yang tersedia








Rabu, 25 September 2019

Sekat/Dinding dan Pintu Kedap Air

Sekat/Dinding kedap air adalah batas pemisah ruangan yang tidak dapat ditembus oleh air. Tujuan dari sekat dan pintu kedap air ini adalah :

  1. Membagi kapal atas kompartemen-kompartemen dan dengan sendirinya membagi tekanan ke bidang yang lebih luas
  2. Mempertinggi keselamatan kapal terutama jika kapal mengalami kerusakan khususnya pada bagian di bawah permukaan air misalnya karena kandas, tubrukan, dll.
  3. Mempertinggi keselamatan dan kekuatan melintang kapal
  4. Membatasi/Melokalisir bahaya kebakaran disalah satu kompartement atau penggenangan sesudah salah satu kompartemen mengalami kebocoran

Besarnya keselamatan dengan dipasangnya sekat kedap air bergantung pada jumlah sekat kedap air, dan letak kamar mesin sesuai ketentuan biro klasifikasi. Pada kapal dengan kamar mesin belakang, minimal 3 buah dan pada kapal dengan kamar mesin tengah, minimal 4 buah.

Pada hakikatya semua kapal yang tergabung dalam SOLAS harus mempunyai :

  1. Satu sekat pelanggaran minimal (Collision bulkhead) yang letaknya 5% dari LBP dihitung dari linggi depan. Pada kapal penumpang 5%+10 kaki paling banyak
  2. Satu sekat kedap air belakang (after peak bulkhead) yang membuat tabung poros baling-baling (Stern tube)berada didalam sebuah ruangan yang kedap air.
  3. Satu sekat kedap air pada setiap ujung kamar mesin. Pada kapal uap, ruang antara ruang ketel dan kamar mesin diberi sebuah sejat kedap air.
Sekat kedap air dipasang pada gading dan berdiri di atas wrang-wrang penuh atau lebih baik wrang tertutup pada dasar berganda. Di tempat tersebut sekat kedap air dibangun mulai dari dasar berganda sampai balok geladak dari dek jalan terus yang paling atas. (Upper most continous deck), kecuali sekat pelanggaran dan sekat kedap air belakang.
Sekat kedap air belakang hanya sampai pada geladak pertama sesudah garis air. Pada sekat kedap air perlu penempatan baja siku penguat (Stiffener), yang dipasang di Muka atau di Belakang  sekat. Tebalnya pelat bergantung pada tinggi sekat dan jarak antara baja-baja siku penguat, minimum 5,5 mm. Pada Ore Carieer (curah) minimal 10 mm. Pada sekat pelanggaran (Collision bulkhead) baja siku penguatnya 610 mm (24"), sedang sekat kedap air lainnya76 mm.

Selasa, 24 September 2019

Dasar-Dasar Stabilitas Kapal

Stabilitas Kapal adalah kestimbangan kapal saat di apungkan, tidak miring ke kiri atau ke kanan, demikian pula pada saat berlayar, pada saat kapal diolengkan oleh ombak atau angin, kapal dapat tegak kembali. 

Salah satu penyebab kecelakaan kapal di laut, baik yang terjadi di laut lepas maupun ketika di pelabuhan, adalah peranan dari para awak kapal yang tidak memperhatikan perhitungan stabilitas kapalnya sehingga dapat mengganggu kesetimbangan secara umum yang akibatnya dapat menyebabkan kecelakaan fatal seperti kapal tidak dapat dikendalikan, kehilangan kesetimbangan dan bahkan tenggelam yaang pada akhirnya dapatmerugikan harta benda, kapal nyawa manusia bahkan dirinya sendiri. 

Secara umum hal-hal yang mempengaruhi keseimbangan kapal dapat dikelompokkan kedalam dua kelompok besar, yaitu : 
1. Faktor internal yaitu tata letak barang/cargo, bentuk ukuran kapal, kebocoran karna kandas atau tubrukan 
2. Faktor eksternal yaitu berupa angin, ombak, arus dan badai

Minggu, 22 September 2019

Syarat-syarat dalam membaring


Menentukan tempat kedudukan kapal, dapat dilakukan dengan berbagai cara , antara lain:

1. Penentuan posisi duga
2. Baringan silang terhadap 2 benda dan 3 benda.
3. Baringan sudut
4. Baringan dan jarak dengan 2 obyek berbeda dan 1 obyek sama.
5. Baringan geseran.
6. Dua atau lebih suar penuntun.
7. Baringan dengan alat elektronik.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh baringan dapat diformulasikan sebagai berikut :
  1. Titik yang dibaring harus merupakan titik yang dikenal.
  1. Alat yang dipergunakan harus terpasang baik.
  1. Baringan harus dilakukan dengan secermat dan seteliti mungkin; adalah kebiasaan yang baik untuk membaring beberapa kali dan diambil pembacaan rata-rata.
  1. Koreksi-koreksi yang harus diterapkan (koreksi total, sembir) harus terpercaya.
  1. Titik dikenal yang lebih dekat letaknya merupakan pilihan yang baik dari pada yang lebih jauh dari kapal.
  1. Catatlah haluan yang dikemudikan, sebab deviasi tergantung padanya.
  1. Carilah nilai  variasi  di  peta  laut,  ingatlah  pada  tahunnya  dan perubahan tahunannya.
  1. Jabarkanlah baringan pedoman (Bp) menjadi baringan sejati (Bs).
  1. Pilihlah benda-benda baringan sebaik-baiknya :
  • benda-benda yang terdekat
  • urutan membaring, benda I sebanyak mungkin di arah muka atau belakang, jadi yang terdekat dengan garis haluan dan benda II sebanyak mungkin yang melintang kapal
  1. Pada tiap baringan, catatlah penunjukkan topdal dan juga waktunya :
  • dari pembacaan topdal, kita dapati jauh antara dua baringan ataupun jauh antara dua baringan silang.
  • Dari penunjukkan waktu kita dapat mengetahui pengaruh arus di tempat itu.
Periksalah sedapat mungkin nilai deviasi-deviasi di dalam Daftar kemudi.
Berikut akan diterangkan salah satu cara/praktek membaring yaitu baringan silang terhadap dua benda.

Prosedur membaring :
  1. Pasanglah pelorus pada kompas di kapal (di ruang kemudi atau di upper- deck).
  1. Pilihlah benda-benda yang akan dibaring (usahakan lebih dari satu) dan periksalah apakah benda-benda baringan tadi tertera di atas peta laut atau tidak.
  1. Bidiklah terlebih  dahulu  benda  baringan   yang  berada  di  arah depan/belakang dari kapal (misalnya tanjung A = Tj. A) dengan cara menempatkan mata kita di belakang dari alat pelorus kemudian arahkan ke benda baringan. Garis khayal yang menghubungkan mata kita dengan benda baringan akan “memotong” angka pada kompas (angka yang terletak antara titik tengah kompas dengan benda baringan, misalnya 350). Angka tersebut adalah baringan pedoman (Bp) benda tadi terhadap kapal dan tulislah di buku tersendiri berikut waktunya (pukul berapa dilaksanakan membaring). Contoh penulisan di buku : Bp Tg. A
= 350 tanggal 20 Januari 2003 pukul 09.30
  1. Kerjakanlah hal yang sama (butir 3 di atas) untuk benda baringan yang kedua, misalnya teluk B dengan Bp Teluk B = 1200 (Teluk B berada di bagian arah melintang kapal).
  1. Perpotongan dua atau lebih garis baringan adalah posisi/kedudukan kapal.
Pekerjaan membaring harus dilaksanakan dengan cepat dan tepat.Waktu yang diperlukan untuk membidik benda baringan yang satu ke benda baringan berikutnya harus cepat (dalam bilangan beberapa detik saja).Hal ini dimaksudkan agar tetap diperoleh sudut-sudut baringan yang faktual saat baringan dilakukan (karena kapal terus berjalan).
Apabila ditemui dua atau lebih benda yang akan dibaring, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
  1. Baringlah terlebih dahulu benda yang berada di depan/belakang kapal, baru kemudian benda baringan yang berada di belakang dari arah melintang kapal.
Alasan :    ketika sedang berlayar, maka sudut benda-benda baringan yang berada di depan dari arah melintang kapal akan lebih cepat berubah kedudukannya terhadap kapal daripada benda- benda yang berada di depan/belakang kapal.
  1. Baringlah terlebih dahulu benda baringan yang terdekat baru kemudian yang lebih jauh kedudukannya dari kapal.
Alasan : sudut benda baringan yang terdekat dengan kapal akan lebih cepat berubah bila dibandingkan dengan sudut benda baringan yang letaknya lebih jauh dari kapal (diasumsikan kapal sedang berjalan).
  1. Usahakan untuk tidak memilih benda-benda baringan yang sudutnya satu dengan lainnya membentuk sudut lebih kecil dari 100 atau hampir mendekati 1800 atau pilihlah agar garis-garis baringan membentuk sudut + 900.
Alasan : bila dua garis yang berpotongan membentuk sudut hampir membentuk satu garis, maka titik potongnya sulit untuk ditentukan, bandingkanlah jika kedua garis yang berpotongan itu membentuk sudut siku-siku.









baca juga :

MEMBARING BENDA DI LAUT


Membaring adalah suatu pekerjaan yang dilakukan di atas kapal untuk menentukan kedudukan atau posisi kapal dengan cara menentukan arah (sudut) sesuatu benda yang dibaring terhadap kapal; pekerjaan ini umumnya dilakukan ketika kapal sedang berlayar.

Benda-benda yang dapat dipakai sebagai benda baringan adalah semua benda, baik yang terdapat di darat maupun yang berada di laut bahkan yang berada di angkasa, dengan satu syarat bahwa semua benda-benda tersebut ada tertera di peta laut ataupun peta bintang.

Menurut letaknya, benda-benda baringan dapat dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu :

1. Benda-benda baringan yang berada di darat (termasuk yang di laut)
misalnya :
?    Gunung                  ?    Tanjung
?    Pulau                      ?    Teluk
?    Pelabuhan              ?     Menara suar
?    Menara suar           ?     Kerangka kapal tenggelam
?    Kota                       ?    Pelampung merkah navigasi (buoy)
?    dlsb                        ?    dlsb.

2. Benda-benda baringan yang berada di angkasa misalnya :
?    Bintang (tidak semua bintang)
?    Bulan
?    Matahari

Pekerjaan membaring benda-benda yang berada di daratan ( termasuk yang berada di laut) masuk dalam disiplin ilmu pelayaran datar, sedangkan membaring benda-benda angkasa masuk disiplin ilmu astronomi (dipelajari nanti).

Tujuan akhir dari membaring adalah menentukan kedudukan/posisi kapal di tengah laut, posisi yang dimaksud adalah posisi sejati kapal. Posisi sejati dapat ditentukan dengan berbagai cara membaring, baik dengan membaring benda-benda daratan maupun membaring benda-benda angkasa.

Rabu, 18 September 2019

POLUSI LAUT

  1. Polusi laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya. Dalam sebuah kasus polusi, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar sumber polusi laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan.

  2. Penyebab Polusi Laut
  3. Polusi oleh minyak Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hampir tidak bias dielakkan.Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun. Apabila terjadi polusi miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke pantai. 
  4. Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi : 
  5. a. Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967 mengakibatkan 100.000 burung mati 
  6. b. Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975 
  7. c. Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978
  8. Polusi minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah air payau juga rusak. Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera menghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena ceceran minyak secara berat telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.

  9. Tumpahan minyak di laut
  10. Polusi oleh logam berat Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah logam ringan. Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd), kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada perairan. Penyebab terjadinya polusi logam berat pada perairan biasanya berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan pertambangan.
  11. NO Jenis Industri Logam Berat 1 Kertas Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn 2 Petro-chemical Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn 3 Pengelantang Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn 4 Pupuk Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn 5 Kilang minyak Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn 6 Baja Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn 7 Logam bukan besi Cr, Cu, Hg, Pb, Zn 8 Kendaraan bermotor, pesawat terbang Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn 9 Gelas, semen, keramik Cr 10 Tekstil Cr 11 Industri kulit Cr 12 Pembangkit listrik tenaga uap Cr, Zn
  12. Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia, logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap kesehatan.

  13. Laut tercemar akibat logam berat
  14. Polusi oleh sampah Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik, sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II. Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton. Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun termakan. Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
  15. Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui sistem daerah aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada suatu daerah yang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya kandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut. Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian dasar dari estuarin kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu hanya dari golongan cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur dengan cepat, sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu masalah besar diperairan terbuka.

  16. Polusi laut oleh sampah
  17. Polusi oleh pestisida Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama tanaman atau organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya pestisida bisa membunuh biota air yang ada di laut. Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan kimia yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini.
  18. Pestisida jenis ini termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut. Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka. Beberapa organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia didalam jaringan tubuhnya. Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.

  19. Polusi laut oleh pestisida
  20. Polusi akibat proses Eutrofikasi Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain. Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara. The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat,Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan AsiaTimur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.

  21. Laut yang tercemar akibat eutrofikasi
  22. Polusi akibat peningkatan keasaman Dewasa ini sangat banyak kegiatan manusia yang menyebabkan polusi udara, tanah dan air, yang disebabkan oleh limbah pabrik, industri, asap kendaraan, dan banyak lagi. Salah satu contoh adalah semakin banyak karbon dioksida memasuki atmosfer bumi, maka karbondioksida yang kita hasilkan sehari-hari dapat menyebabkan hujan asam dan juga meningkatkan kadar keasaman laut menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka. Perubahan iklim juga akan berdampak buruk pada ekosistem di lautan . Jika air laut semakin memanas, maka akan terjadi peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah yang paling rentan menghadapi peningkatan keasaman ini . menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu karang seperti sedang mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon Dioksida yang dipompakan ke atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut karena asam tadi. Persoalan perubahan suhu maupun berbagai perubahan lain yang dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Di masa lalu hal ini sudah barangkali terjadi, nemun perbedaannya adalah saat ini perubahan suhu tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab alami 

  23. Terumbu karang yang rusak
  24. Polusi kebisingan Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat). 
  25. Sumber suara di laut antara lain : 
  26. 1. Sumber alami Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses fisika serta proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api dan gempa bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis misalnya suara dari mamalia laut dan ikan.
  27. 2. Lalu lintas kapal Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan yang berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara 1000Hz. Kapal-kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya mengeluarkan suara dengan level 190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk ukuran kapal yang lebih kecil biasanya hanya menimbulkan gelombang suara sekitar160-170 desibel. Kapal-kapal ini menimbulkan sejenis tembok virtual yang disebut “white noise” yang memiliki kebisingan konstan. White noise dapat menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas untuk area yang lebih kecil. Selain kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo yang membawa petikemas memiliki kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran suara di laut.
  28. 3. Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan survei seismik, pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll. Kebanyakan dari survei seismik saat ini menggunakan airguns sebagai sumber suara, alat ini merupakan alat berisi udara yang memproduksi sinyal akustik dengan cepat mengeluarkan udara terkompresi ke dalam kolom air. Metoda tersebut dapat menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 255 desibel. Pengaruhnya terhadap hewan lainnya juga dapat menimbulkan kerusakan pendengaran akibat dari tekanan air yang ditimbulkan. Seperti layaknya penggunaan dinamit, airguns juga berpengaruh terhadap pendengaran manusia secara langsung. Pulsa sinyal akustik ini dapat menimbulkan konflik terhadap mamalia laut, seperti misalnya paus jenis mysticete, sperm, dan beaked yang menggunakan frekuensi suara yang rendah. Begitu juga dalam aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak dimana dalam operasionalnya setiap hari banyak menghasilkan suara serta menimbulkan kebisingan yang beresiko bagi mamalia laut.
  29. 4. Penelitian Oseanografi dan Perikanan Pernah diadakan survei dengan menggunakan Acoustic Thermography of Ocean Climate (ATOC) dimana digunakan kanal suara untuk memperlihatkan rata-rata temperatur laut. Sistem ini digunakan untuk penelitian mengenai faktor temperatur laut. Akibatnya terhadap hewan- hewan di laut terbukti bahwa mereka bergerak menjauh (terutama Paus jenis tertentu) namun selang beberapa saat mereka kembali untuk mencari makanan. Deruman dari Speaker yang dipasang berkekuatan 220 desibel tepat di sumbernya, dan terdeteksi sampai dengan 11000 mil jauhnya. Dari penyebab diatas terdapat juga penyebab lainnya yang tidak disebutkan di sini, salah satunya adalah kegiatan perikanan para nelayan yang menggunakan peledak atau pukat harimau yang tidak hanya menimbulkan polusi suara namun juga merusak secara langsung ekosistem di laut itu sendiri.
  30. 5. Kegiatan militer Ada beberapa aktivitas yang dilakukan militer yang menghasilkan sumber suara yang menimbulkan kebisingan di laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas kapal naval milik US.Army yang menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan dalam aktivitas rutin. Angkatan Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan suatu sistem yang dinamakan Low Frequency Active Sonnars (LFA) untuk keperluan militernya. Dalam penggunaannya, terbukti bahwa terdapat beberapa efek negatif terhadap kehidupan dan perilaku mamalia di lautan. Terhadap ikan paus efek tersebut ternyata mengganggu jalur migrasi dan untuk jenis ikan paus biru dan ikan paus sirip adalah terhentinya proses komunikasi satu sama lain. Bahkan setelah melalui beberapa penelitian, maka pengunaan LFA tersebut juga berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Beberapa penyelam NAVY yang menerima transmisi dari sekitar 160 desibel akibat sistem tersebut terbukti terkena gangguan seperti vertigo, gangguan terhadap gerakan tubuh serta gangguan di daerah perut dan dada.

Arah-arah Di Bumi

Arah Us, Arah Um, Arah Up


Dilaut sebuah kapal harus dapat menentukan arahnya terhadap suatu arah acuan (arah referensi) yang telah dipilih. Pedoman magnet dan pedoman gyro dikapal yang dapat memberikan arah acuan dilaut kepada navigator. Pedoman magnet terjadi oleh adanya medan magnet bumi. Oleh karena itu dalam ilmu pelayaran arah-arah Utara dapat dibedakan sebagai berikut :  

Utara Sejati (Us) :   adalah arah Utara yang jatuh sama dengan arah derajah-derajah pada peta  

Utara Magnetis  (Um) : adalah arah Utara jarum pedoman sematamata atas pengaruh magnit bumi 

Utara Pedoman (Up) : adalah arah jarum pedoman atas p-engaruh magnit bumi dan magnit besi dikapal  

KLASIFIKASI DAN JENIS MATERIAL BAHAN ALAT PENANGKAPAN IKAN

Bahan Jaring :
  1. Alami (Natural Fibers)
  2. Buatan (Syntetic Fibers)
Bahan Alami (Mudah Mengalami Pembusukan)
1. Serabut Tumbuhan
  • Manila
  • Hemp
  • Katun
  • Rami
2. Hewan
  • Wool
  • Sutera

4 Faktor Penyebab Pembusukan
  1. Jenis Serabut : Ketahanan serabut terhadap air
  2. Suhu Air : Berpengaruh terhadap aktivitas mikroba, suhu air tinggi maka aktivitas mikroba semakin cepat
  3. Daya Pembusukan Air : Perairan yang subur mempunyai daya pembusukan yang lebih tinggi
  4. Lama Perendaman : Serat alami yang direndam secara terus menerus di dalam air sangat rawan menjadi busuk

Bahan Syntetis
            Poly Amide (PA)
Poly Ester (PES)
Poly Ethilene (PE)
Poly Prophylene (PP)
Polyvinil Chloride (PVC)
Polyvinilidane Chloride (PVD)
Polyvinyl Alchohol (PVA)
Kelebihan Bahan Syntetis
1. Kemudahan dalam memperoleh bahan
2. Kekuatan teknis lebih tinggi terhadap pembusukan




Minggu, 15 September 2019

Prinsip Umum CCRF

Prinsip-prinsip Umum Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)

  1. Pelaksanaan hak untuk menangkap ikan bersamaan dengan kewajiban untuk melaksanakan hak tersebut secara berkelanjutan dan lestari agar dapat menjamin keberhasilan upaya konservasi dan pengelolaannya;
  2. Pengelolaan sumber-sumber perikanan harus menggalakkan upaya untuk mempertahankan kualitas, keanekaragaman hayati, dan ketersediaan sumber-sumber perikanan dalam jumlah yang mencukupi untuk kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang;
  3. Pengembangan armada perikanan harus mempertimbangkan ketersediaan sumberdaya sesuai dengan kemampuan reproduksi demi keberlanjutan pemanfaatannya;
  4. Perumusan kebijakan dalam pengelolaan perikanan harus didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang terbaik, dengan memperhatikan pengetahuan tradisional tentang pengelolaan sumber-sumber perikanan serta habitatnya;
  5. Dalam rangka konservasi dan pengelolaan sumber-sumber perikanan, setiap negara dan organisasi perikanan regional harus menerapkan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) seluas-luasnya;
  6. Alat-alat penangkapan harus dikembangkan sedemikian rupa agar semakin selektif dan aman terhadap kelestarian lingkungan hidup sehingga dapat mempertahankan keanekaragaman jenis dan populasinya;
  7. Cara penangkapan ikan, penanganan, pemrosesan, dan pendistribusiannya harus dilakukan sedemikian rupa agar dapat mempertahankan nilai kandungan nutrisinya;
  8. Habitat sumber-sumber perikanan yang kritis sedapat mungkin harus dilindungi dan direhabilitasi;
  9. Setiap negara harus mengintegrasikan pengelolaan sumber-­sumber perikanannya kedalam kebijakan pengelolaan wilayah pesisir;
  10. Setiap negara harus mentaati dan melaksanakan mekanisme Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS) yang diarahkan pada penataan dan penegakan hukum di bidang konservasi sumber-sumber perikanan;
  11. Negara bendera harus mampu melaksanakan pengendalian secara efektif terhadap kapal-kapal perikanan yang mengibarkan benderanya guna menjamin pelaksanaan tata laksana ini secara efektif;
  12. Setiap negara harus bekerjasama melalui organisasi regional untuk mengembangkan cara penangkapan ikan secara bertanggungjawab, baik di dalam maupun di luar wilayah yurisdiksinya;
  13. Setiap negara harus mengembangkan mekanisme pengambilan keputusan secara transparan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan terhadap pengembangan peraturan dan kebijakan pengelolaan di bidang perikanan;
  14. Perdagangan perikanan harus diselenggarakan sesuai dengan prinsip-prinsip, hak, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam persetujuan World Trade Organization (WT-0);
  15. Apabila terjadi sengketa, setiap negara harus bekerjasama secara damai untuk mencapai penyelesaian sementara sesuai dengan persetujuan internasional yang relevan;
  16. Setiap negara harus mengembangkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi melalui pendidikan dan latihan, serta melibatkan mereka di dalam proses pengambilan keputusan;
  17. Setiap negara harus menjamin bahwa segala fasilitas dan peralatan perikanan serta lingkungan kerjanya memenuhi standar keselamatan internasional;
  18. Setiap negara harus memberikan perlindungan terhadap lahan kehidupan nelayan kecil dengan mengingat kontribusinya yang besar terhadap penyediaan kesempatan kerja, sumber penghasilan, dan keamanan pangan;
  19. Setiap negara harus mempertimbangkan pengembangan budidaya perikanan untuk menciptakan keragaman sumber penghasilan dan bahan makanan.

Sasaran-Sasaran Penting Implementasi Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) di Indonesia

1. Fisheries management (pengelolaanperikanan)
  • Memperhatikan prinsip kehati-hatian (precautionary approach) dalam merencanakan pemanfaatan sumberdaya ikan.
  • Menetapkan kerangka hukum – kebijakan.
  • Menghindari Ghost Fishing atau tertangkapnya ikan oleh alat tangkap yang terbuang / terlantar.
  • Mengembangkan kerjasama pengelolaan, tukar menukar informasi antar instansi dan Negara.
  • Memperhatikan kelestarian lingkungan.
2. Fishing operations (Operasi Penangkapan)

· Penanganan over fishing atau penangkapan ikan berlebih.
· Pengaturan sistem perijinan penangkapan.
· Membangun sistem Monitoring Controlling Surveillance (MCS).

3. Aquaculture development (Pembangunan Akuakultur)

· Menetapkan strategi dan rencana pengembangan budidaya .
· Melindungi ekosistem akuatik.
· Menjamin keamanan produk budidaya.

4. Integration of fisheries into coastal area management (Integrasi Perikanan kedalam pengelolaan kawasan pesisir)

·  Mengembangkan penelitian dan pengkajian sumberdaya ikan di kawasan pesisir beserta tingkat pemanfaatannya.

5. Post-harvest practices and trade (Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan).

·  Bekerjasama untuk harmonisasi dalam program sanitasi, prosedur sertitikasi dan lembaga sertifikasi.
·    Mengembangkan produk value added atau produk yang bernilai tambah.
·    Mengembangkan perdagangan produk perikanan.
·    Memperhatikan dampak lingkungan kegiatan pasca panen.

6. Fisheries research (Penelitian Perikanan)

· Pengembangan penelitian.
· Pengembangan pusat data hasil penelitian.
· Aliansi kelembagaan internasional.

Kewajiban Mengikuti Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)
1. Semua Negara yang memanfaatkan sumberdaya ikan dan lingkungannya.
2. Semua Pelaku Perikanan (baik penangkap dan prosesing).
3. Pelabuhan-Pelabuhan Perikanan (kontruksi, pelayanan, inspeksi, dan pelaporan);
4. Industri disamping harus menggunakan alat tangkap yang sesuai.
5. Peneliti untuk pengembangan alat tangkap yang selektiv.
6. Observer program (pendataan diatas kapal).
7. Perikanan rakyat, perlu mengantisipasi dampak terhadap lingkungan dan penggunaan energi yang efisien.

Kewajiban Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF) Yang HarusDipenuhiOleh :

1. NEGARA

→  Mengambil langkah precautionary (hati-hati) dalam rangka melindungi atau membatasi penangkapan ikan sesuai dengan daya dukung sumber. Menegakkan mekanisme yang efektif untuk monitoring, control, surveillance dan law enforcement. Mengambil langkah-langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari.

2. PENGUSAHA

→ Supaya berperan serta dalam upaya-upaya konservasi, ikut dalam pertemuan pertemuan yang diselenggarakan oleh organisasi pengelolaan perikanan (misalnya FKPPS). Ikut serta mensosialisasi dan mempublikasikan langkah-langkah konservasi dan pengelolaan serta menjamin pelaksanaan peraturan. Membantu mengembangkan kerjasama (lokal, regional) dan koordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan perikanan, misalnya menyediakan kesempatan dan fasilitas diatas kapal untuk para peneliti.

3. NELAYAN

→ Memenuhi ketentuan pengelolaan sumberdaya ikan secara benar. Ikut serta mendukung langkah-langkah konservasi dan pengelolaan. Membantu pengelola dalam mengembangkan kerjasama pengelolaan, dan berkoordinasi dalam segala hal yang berkaitan dengan pengelolaan dan pengembangan perikanan.

Masalah-masalah dalam Penangkapan Ikan

CCRF/Tatalaksana Perikanan yang Bertanggung Jawab

CCRF atau Tatalaksana perikanan yang bertanggung jawab adalah suatu prinsip yang berstandar internasional bersifat sukarela dan global untuk mencapai perikanan yang lestari

Masalah-masalah dunia perikanan dan kelautan (penangkapan ikan) :

1. Adanya penangkapan ikan dengan menggunakan bahan peledak

2. Penggunaan mata jaring yang kecil

3. Penangkapan ikan yang berukuran kecil

4. Terbatasnya sarana penangkapan ikan

5. Terbatasnya kemampuan nelayan dalam penggunaan teknologi penangkapan ikan

6. Akses terhadap sumber dana dan kemitraan usaha terbatas

7. Penanganan pasca panen ikan baik di darat maupun di kapal masih rendah

8. Prasarana perikanan tangkap masih rendah

9. Keterbatasan pengetahuan informasi pasar

10. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikan

Tujuan CCRF


Tujuan Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)

1. Menetapkan azas sesuai dengan hukum (adat, nasional, dan international), bagi penangkapan ikan dan kegiatan perikanan yang bertanggung jawab.
2. Menetapkan azas dan kriteria kebijakan,
3. Bersifatsebagairujukan (himbauan),
4. Menjadiakantuntunandalamsetiapmenghadapipermasalahan,
5. Memberikemudahandalamkerjasamateknis dan pembiayaan,
6. Meningkatkankontribusi pangan,
7. Meningkatkan upaya perlindungan sumberdaya ikan,
8. Menggalakan bisnis Perikanan sesuai dengan hukum
9. Memajukan penelitian,

Enam (6) Topik yang diatur dalam Tatalaksana ini adalah
1. Pengelolaan Perikanan;
2. Operasi Penangkapan;
3. Pengembangan Akuakultur;
4. Integrasi Perikanan ke Dalam Pengelolaan Kawasan Pesisir;
5. Penanganan Pasca Panen dan Perdagangan
6. Penelitian Perikanan.